Bandingkan kedua tulisan Berikut kira kira mana yang Benar
Keris Mpu Gandring adalah senjata pusaka yang terkenal dalam riwayat berdirinya Kerajaan Singhasari di daerah Malang, Jawa Timur sekarang. Keris ini terkenal karena kutukannya yang memakan korban dari kalangan elit Singasari termasuk pendiri dan pemakainya, ken Arok.
Keris ini dibuat oleh seorang pandai besi yang dikenal sangat sakti yang bernama Mpu Gandring, atas pesanan Ken Arok, salah seorang tokoh penyamun yang menurut seorang brahmana bernama Lohgawe adalah titisan wisnu. Ken Arok memesan keris ini kepada Mpu Gandring dengan waktu satu malam saja, yang merupakan pekerjaan hampir mustahil dilakukan oleh para "mpu" (gelar bagi seorang pandai logam yang sangat sakti) pada masa itu. Namun Mpu Gandring menyanggupinya dengan kekuatan gaib yang dimilikinya. Bahkan kekuatan tadi "ditransfer" kedalam keris buatannya itu untuk menambah kemampuan dan kesaktian keris tersebut.
Setelah selesai menjadi keris dengan bentuk dan wujud yang sempurna bahkan memiliki kemampuan supranatural yang konon dikatakan melebihi keris pusaka masa itu. Mpu Gandring menyelesaikan pekerjaannya membuat sarung keris tersebut. Namun belum lagi sarung tersebut selesai dibuat, Ken Arok datang mengambil keris tersebut yang menurutnya sudah satu hari dan haris diambil. Kemudian Ken Arok menguji Keris tersebut dan terakhir Keris tersebut ditusukkannya pada Mpu Gandring yang konon menurutnya tidak menepati janji (karena sarung keris itu belum selesai dibuat) selebihnya bahkan dikatakan untuk menguji kemampuan keris tersebut melawan kekuatan supranatural si pembuat keris (yang justru disimpan dalam keris itu untuk menambah kemampuannya). Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengeluarkan kutukan bahwa Keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan dari Ken Arok. Dalam perjalanannya, keris ini terlibat dalam perselisihan dan pembunuhan elit kerajaan
Terbunuhnya Tunggul Ametung
Tunggul Ametung, kepala daerah Tumapel (cikal bakal Singhasari) yang saat itu adalah bawahan dari Kerajaan Kadiri yang saat itu diperintah oleh Kertajaya yang bergelar "Dandang Gendis" (raja terakhir kerajaan ini). Tumapel sendiri adalah pecahan dari sebuah kerajaan besar yang dulunya adalah Kerajaan Jenggala yang dihancurkan Kadiri, dimana kedua-duanya awalnya adalah satu wilayah yang dipimpin oleh Airlangga.
Ken Arok membunuh Tunggul Ametung untuk mendapatkan istrinya yang cantik, Ken Dedes. Ken Arok sendiri saat itu adalah pegawai kepercayaan dari Tunggul Ametung yang sangat dipercaya. Latar belakang pembunuhan ini adalah karena Ken Arok mendengar dari Brahmana Lohgawe bahwa "barang siapa yang memperistri Ken Dedes akan menjadi Raja Dunia".
Sebelum Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, keris ini dipinjamkan kepada rekan kerjanya, yang bernama Kebo Ijo yang tertarik dengan keris itu dan selalu dibawa-bawanya kemana mana untuk menarik perhatian umum. Bagi Ken Arok sendiri, peminjaman keris itu adalah sebagai siasat agar nanti yang dituduh oleh publik Tumapel adalah Kebo Ijo dalam kasus pembunuhan yang dirancang sendiri oleh Ken Arok. Siasatnya berhasil dan hampir seluruh publik Tumapel termasuk beberapa pejabat percaya bahwa Kebo Ijo adalah tersangka pembunuhan Tunggul Ametung. Ken Arok yang saat itu adalah orang kepercayaan Tunggul Ametung langsung membunuh Kebo Ijo yang konon, dengan keris pusaka itu.
Terbunuhnya Ken Arok
Setelah membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok mengambil jabatannya, memperistri Ken Dedes yang saat itu sedang mengandung dan memperluas pengaruh Tumapel sehingga akhirnya mampu menghancurkan Kerajaan Kediri. Ken Arok sendiri akhirnya mendirikan kerajaan Singhasari.
Rupanya kasus pembunuhan ini tercium oleh Anusapati, anak Ken Dedes dengan ayah Tunggul Ametung. Anusapati, yang diangkat anak oleh Ken Arok mengetahui semua kejadian itu dari ibunya, Ken Dedes dan bertekat untuk menuntut balas. Anusapati akhirnya merancang pembalasan pembunuhan itu dengan menyuruh seorang pendekar sakti kepercayaannya, Ki Pengalasan.
Pada saat menyendiri di kamar pusaka kerajaan, Ken Arok mengamati pusaka kerajaan yang dimilikinya. Salah satu pusaka yang dimilikinya adalah keris tanpa sarung buatan Mpu Gandring yang dikenal sebagai Keris Mpu Gandring. Melihat ceceran darah pada keris tersebut, ia merasa ketakutan terlebih lebih terdengar suara ghaib dari dalam keris tersebut yang meminta tumbal. Ia ingat kutukan Mpu Gandring yang dibunuhnya, dan serta merta mebantingnya ke tanah sampai hancur berkeping-keping. Ia bermaksud memusnahkannya. Namun ternyata keris tersebut melayang dan menghilang. Sementara Anusapati dan Ki Pengalasan merancang pembunuhan tersebut, tiba-tiba keris tersebut berada di tangan Anusapati. Anusapati menyerahkan keris kepada Ki Pengalasan yang menurut bahasa sekarang, bertugas sebagai "eksekutor" terhadap Ken Arok. Tugas itu dilaksanakannya, dan untuk menghilangkan jejak, Anusapati membunuh Ki Pengalasan dengan keris itu.
Terbunuhnya Anusapati
Anusapati mengambil alih pemerintahan Ken Arok, namun tidak lama. Karena Tohjaya, Putra Ken Arok dari Ken Umang akhirnya mengetahui kasus pembunuhan itu. Dan Tohjaya pun menuntut balas.
Tohjaya mengadakan acara Sabung Ayam kerajaan yang sangat digemari Anusapati. Ketika Anusapati lengah, Tohjaya mengambil keris Mpu Gandring tersebut dan langsung membunuhnya di tempat. Tohjaya membunuhnya berdasarkan hukuman dimana Anusapati diyakini membunuh Ken Arok. Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Anusapati.
Tohjaya sendiri tidak lama memerintah. Muncul berbagai ketidak puasan baik dikalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal. Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari. Sejak terbunuhnya Tohjaya, Keris Mpu Gandring hilang tidak diketahui rimbanya.
7 Turunan Ken Arok
Keris Mpu Gandring ini menurut beberapa sumber spritual sebenarnya tidak hilang. Dalam arti hilang musnah dan benar-benar tidak ketahuan keberadaannya. Pada bagian ini tak hendak membahas masalah itu. Pada bagian ini hendak mengajak para pembaca untuk sejenak menganalisa "keampuhan" atau "tuah" dari keris itu maupun pembuatnya (Mpu Gandring).
Di akhir hayatnya di ujung keris buatannya sendiri, Mpu Gandring mengutuk Ken Arok, bahwa keris itu akan menelan korban tujuh turunan dari Ken Arok. Sekarang marilah kita hitung. Dalam sejarah ataupun legenda yang kita ketahui, ternyata hanya ada 6 (enam) orang yang terbunuh oleh Keris Mpu Gandring:
Mpu Gandring, Sang Pembuat Keris.
Kebo Ijo, rekan Ken Arok.
Tunggul Ametung, Penguasa Tumapel saat itu.
Ken Arok, Pendiri Kerajaan Singasari.
Ki Pengalasan, pengawal Anusapati yang membunuh Ken Arok
Anusapati, Anak Ken Dedes yang memerintah Ki Pengalasan membunuh Ken Arok.
Tohjaya, putera Ken Arok dari selirnya Ken Umang tidak terbunuh oleh keris ini, namun terluka oleh lembing, dan akhirnya tewas karena luka-lukanya.
Sudah enam nyawa meregang di ujung keris mpu Gandring. Tiga orang karena perebutan tahta yaitu Tunggul Ametung, Ken Arok, dan Anusapati. Ketiganya dijalin dalam ikatan darah dan perkawinan, tapi dikuasai dendam. Sedangkan tiga orang lainnya adalah pihak yang menjadi korban pengkhianatan yaitu mpu Gandring, Kebo Ijo,dan Ki Pengalasan.Setelah membunuh Anusapati Tohjaya menobatkan dirinya menjadi raja ketiga Singosari mengantikan Anusapati. Peristiwa suksesi Tunggul Ametung dan Ken Arok memang diwarnai dengan pembunuhan. Tetapi pembunuhan itu walaupun sangat licik tetapi terselubung. Sedangkan pembunuhan Anusapati oleh Tohjaya dilakukan secara terang-terangan dan juga licik. Sehingga ketika berkuasa Tohjaya tidak disenangi oleh rakyatnya.
Tohjaya adalah anak Ken Arok dari istri keduanya yaitu Ken Umang. Dari Ken Dedes istri pertamanya mempunyai anak laki-laki lain ayah yaitu Anusapati yang sudah ia bunuh yang mempunyai anak laki-laki bernama Ranggawuni. Anak Ken Dedes dengan Ken Arok lainnya adalah Mahesa Wonga Teleng yang mempunyai anak laki-laki bernama Mahisa Campaka. Ranggawuni dan Mahisa Campaka adalah keponakan Tohjaya dari keturunan Ken Dedes. Keduanya sangat gagah dan tampan.
Tohjaya menyadari Ranggawuni dan Mahisa Campaka adalah bahaya laten terhadap tahtanya. Maka keduanya harus disingkirkan. Beberapa kerabat istana yang menginginkan kehidupan yang damai tidak menghendaki adanya pertumpahan darah lagi. Tohjaya lebih mementingkan kelangsungan tahtanya, ia tetap ingin menyingkirkan kedua keponkannya itu. Sikap tersebut menimbulkan kekecewaan dikalangan istana. Sehingga kewibawaan Tohjaya jatuh dimata rakyat maupun kalangan istana.
Tohjaya mempunyai pendukung setia dalam upaya menyingkirkan kedua keponakannya yaitu Pranaraja, menteri kepercayaannya. Menurut Pranaraja kedua keponakan itu bagaikan duri dalam daging yang akan mengerogoti tahta. Maka sang raja kemudian memanggil Lembu Ampal salah satu panglimanya untuk membunuh Ranggawuni dan Mahesa Campaka. Jika tidak berhasil membunuh maka Lembu Ampal sendiri yang akan dibunuh.
Melihat Raja Tohjaya yang tidak mau mendengar suara rakyat banyak dan hanya mendengarkan Pranaraja, banyak prajurit yang memihak kepada Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Lembu Ampal sendiri tidak mau membunuh keduanya, justru sebaliknya balik mendukung dan menyembunyikannya.
Ketidakpuasan rakyat dan intrik keluarga istana akhirnya tak terkendali, berkobar menjadi perang antara Tohjaya melawan kedua keponakannya Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Dalam peperangan tersebut Tohjaya kalah dan mati terbunuh juga dengan keris mpu Gandring. Tohjaya sangat singkat menduduki tahtanya, tidak sampai satu tahun.
Belajar dari sejarah, dimana setiap suksesi selalu diwarnai dengan pembunuhan, maka diambil kesepakatan bahwa untuk selanjutnya pemerintahan akan dipegang bersama oleh keturunan Tunggul Ametung maupun keturunan Ken Arok. Ranggawuni sebagai wakil keturunan Tunggul Ametung sebagai Raja sedangkan Mahesa Cempaka dari keturunan Ken Arok sebagai wakilnya.
Pemerintahan ini walaupun bagaikan dua ular dalam satu liang tetapi berlangsung sangat lama dibanding pemerintahan sebelumnya yaitu mulai tahun 1250 sampai dengan 1268. Setelah Ranggawuni mangkat kemudian digantikan anaknya yaitu Kertanegara mulai tahun 1268 sampai dengan 1292. Pemerintahan Kertanegara adalah pemerintahan Singosari yang paling lama, tetapi juga yang paling akhir.
Setelah Kertanegara surut, kerajaan Singosari juga bubar bersamaan dengan berdirinya kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya anak dari Dyah Lebu Tal atau cucu dari Mahesa Cempaka. Berdirinya Kerajaan Majapahit juga penuh dengan intrik politik yang menarik untuk diceritakan.
Demikianlah sejarah Kerajaan Singosari yang dimulai berdirinya tahun 1222 harus berakhir tahun 1292 atau hanya mampu bertahan selama 70 tahun. Tetapi perjalanan sejarahnya diwarnai dengan pertumpahan darah dan saling bunuh antar saudara.
Sejarah itu terekam dalam keris mpu Gandring yang dipercaya setelah membunuh Tohjaya sebagai nyawa ke tujuh kemudian menghilang. Apakah keris mpu Gandring itu menghilang selamanya atau akan muncul kembali dan mengulang sejarah perebutan tahta yang diwarnai saling bunuh antar saudara? Biarkan waktu yang akan mencatatnya.
Ternyata Ken Arok Bukan Pembunuh Tunggul Ametung
Telah bertahun-tahun saya dicekoki fakta sejarah runtuhnya kerajaan Kediri dan munculnya Kerajaan Majapahit. Masih hangat diingatan saya bagaimana guru sejarah sewaktu di SMA menceritakan bagaimana kronologis berdirinya Kerajaan Kediri hingga sampai runtuhnya yang ditandai dengan tragedy pembunuhan atas seorang Akuwu yang bernama Tunggul Ametung.
Diceritakan bagaimana sejarah Ken Arok sebagai rakyat biasa hingga bisa menjadi seorang Maharaja yang waktu itu bisa dikatakan tidak mungkin justru Ken Arok mencatatkan sejarah tersendiri. Sampai akhirnya diceritakan bahwa untuk mewujudkan ambisinya menguasai Tumapel dan Ken Dedes sekaligus, maka ia harus membunuh Tunggul Ametung. Itu menurut guru sejarah saya yang mendasarkan teorinya itu pada sebuah buku sejarah yang terdiri dari lima jilid berjudul SEJARAH NASIONAL INDONESIA karangan Prof.Dr. Nugroho Notosusanto. Sementara kajian sejarah terakhir yang didasarkan pada Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca dan Kitab Pararaton yang di lakukan oleh Ki J. Padmapuspita yang dituangkan dalam salah satu bukunya yang berjudul Pararaton menegaskan bahwa bukan Ken Arok pembunuh Tunggul Ametung.
Bayangkan! Satu lagi fakta sejarah terungkap. Saya tak heran kalau fakta sejarah biasa “dimodifikasi” dengan tujuan tertentu oleh suatu rejim pemerintahan. Seperti fakta sejarah tentang Supersemar misalnya, yang sengaja diubah demi kepentingan penguasa orde baru. Tak tanggung-tanggung, ahli sejarah sekelas Prof.Dr.Nugroho Notosusanto dikatakan terlibat dalam pengaburan sejarah tersebut. Tapi sejarah yang tak ada hubungannya dengan kepentingan rezim manapun haruskah ikut dikaburkan? Berikut ini akan saya sajikan sekilas tentang Legenda Ken Arok menurut kajian sejarah Ki J. Padmapuspita untuk selanjutnya bisa kita bandingkan dengan data sejarah yang terangkum dalam buku SEJARAH NASIONAL INDONESIA karangan Prof.Dr.Nugroho Notosusanto.
Pada tahun 1188 Kertajaya bertahta mennggantikan Ratu Srengga yang bergelar Sri Maharaja Kertajaya yang berjulukan Dandang Gendhis. Kertajaya mempunyai mahapatih yang sangat diandalkannya waktu itu. Mereka adalah Mpu Tanakung sebagai penasihat spiritual Kertajaya, Mahisa Walungan yang menjabat Mahapatih sekaligus adik kandung Kertajaya, Gubar Baleman dan Arya Pulung yang bergelar Tunggul Ametung. Karena kerap terjadi kerusuhan di sekitar Tumapel, maka Kertajaya mengutus Arya Pulung alias Tunggul Ametung untuk mengamankan kerusuhan yang ada disana. Setelah Tunggul Ametung berhasil meredakan kerusuhan di Tumapel, akhirnya Kertajaya mengangkat Tunggul Ametung menjadi Akuwu di Tumapel. Kemudian Tunggul Ametung mulai menata kembali Tumapel seperti sedia kala. Bahkan ada beberapa terobosan yang dilakukan oleh Tunggul Ametung di Tumapel seperti melegalkan perjudian dan menjadikan Kutaraja sebagai sentra perdagangan sehingga Tumapel menjadi semakin terkenal dan disegani oleh daerah-daerah taklukan Kediri yang lain. Bahkan bukan itu saja, Tunggul Ametung juga membangun istana di Tumapel yang dia beri nama Pakuwon. Pakuwon dilengkapi dengan benteng, taman larangan dan pernak-pernik lainnya laksana Istana Kediri.
Untuk memperkuat diri, Tunggul Ametung merekrut pemuda-pemuda Tumapel menjadi prajurit. Tidak itu saja, Ia juga merekrut empu-empu dari luar Tumapel untuk bekerja membuat senjata dan salah satu empu tersebut adalah Empu Gandring, seorang empu terkenal dari Lulumbang. Tunggul ametung juga membuat pasukan khusus pengawal yang salah satu pemimpinnya adalah Kebo Ijo, tangan kanan Tunggul Ametung. Inilah salah satu factor nantinya yang membuat Kertajaya merasa Tunggul Ametung hendak menyainginya. Sehingga Ia merasa perlu untuk menggulingkan sang Akuwu dari tampuk kekuasaannya.
Itulah sekilas perjalanan karir seorang Tunggul Ametung. Sekarang kita beralih ke perjalanan karir tokoh utama kita yaitu Ken Arok. Ken Arok lahir dari rahim seorang ibu yang bernama Ken Endok. Nama aslinya adalah Astia, kembang dusun Pangkur nan cantik mempesona. Ia kemudian dipersunting oleh seorang Maharesi yang bernama Resi Agung Sri Yogiswara Girinata pemimpin Padepokan Girilaya yang sangat terkenal pada waktu itu. Karena selama sepuluh tahun tak pernah “disentuh”, akhirnya Ken Endok berpaling hati dengan seorang pemuda yang kebetulan menolongnya pada saat mendapat kecelakaan di hutan. Pemuda itu bernama Gajah Para. Sampai akhirnya Gajah Para difitnah telah menghamili Ken Endok karena seringnya mereka bersama. Padahal menurut kajian Ki J. Padmapuspita Ken Endok hamil oleh seorang resi cabul yang berhasil menghipnotisnya hingga tertidur dan menyetubuhi Ken Endok.
Merasa bukan dia pelakunya, Gajah Para tidak mengakui anak yang dikandung Ken Endok sehingga Ken Endok merasa malu dan lari dari Girilaya ke sebuah daerah tersembunyi. Disana Ken Endok mengakui bahwa anak yang dikandungnya itu adalah anak Dewa Brahma sehingga Ken Endok dianggap gila dan diusir dari daerah tersebut. Sesampainya di daerah pekuburan, mungkin karena sudah waktunya, akhirnya Ken Endok melahirkan bayi tersebut dan lantas meninggalkannya begitu saja di tengah pekuburan. Hingga lewatlah seorang pencuri yang bernama Ki Lembong memungut anak tersebut dan memberinya nama Temon karena anak tersebut hasil temuan. Karena salah asuhan akhirnya malah membuat Ki Lembong terjerat hutang akibat ulah Temon yang suka berjudi. Akhirnya Temon diusir oleh Ki Lembong hingga membuat dia berkelana tanpa tujuan.
Pada saat perjalanannya ke Kauman, Temon akhirnya bertemu dengan Bango Samparan, seorang Bandar judi terkenal dari Kauman. Perkenalan Temon dengan Bango Samparan sendiri berdasarkan wangsit gaib yang diterima Bango Samparan saat bersemedi di hutan Rabut Jalu karena terdesak oleh lilitan hutang. Wangsit tersebut mengatakan bahwa apabila Bango Samparan hendak menyelesaikan hutang maka hendaklah menemui seorang pemuda bernama Arok dengan tanda cakra pada telapak tangannya dan dari mulutnya keluar cahaya. Setelah Arok berhasil mengatasi kemelut keuangan, Bango Samparan akhirnya mengangkat Temon sebagai anaknya dan mengganti namanya menjadi Arok. Namun Arok akhirnya tak tahan juga hidup dengan bapak angkatnya itu karena sering dicemburuin oleh kelima anak kandung Bango Samparan. Itu juga yang akhirnya membuat Arok kembali bertualang hingga sampai ke daerah Kapundungan.
Di Kapundungan ini akhirnya Arok berkenalan dengan Tita, anak seorang kepala desa Sagenggeng. Karena keramah tamahannya selama tinggal di rumah Tita, maka Ki Sahaja,nama kepala desa tersebut, mengangkatnya sebagai anak dan memutuskan untuk membawa mereka berdua ke Tantripala, seorang guru sastra untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Dari Pedokannya Ki Tantrapala inilah akhirnya Ken Arok mengenal Ken Umang yang akhirnya menjadi istrinya.
Lepas dari Padepokan Ki Tantrapala bukannya Arok menjadi semakin baik, tapi malah mereka berdua menjadi perampok. Bahkan perampok yang sangat di takuti di Tumapel. Hingga banyak perampok lain yang kebetulan berhasil dikalahkannya akhirnya bergabung dengan komplotan Arok. Sampai akhirnya komplotan Arok bertemu dengan komplotan Nyi Prenjak yang salah satu anak buahnya adalah Ken Umang. Disinilah cinta Ken Arok dan Ken Umang bersemi.
Dalam perjalanannya akhir ken Arok bertemu dengan Mpu Palot pemimpin Padepokan Tantripala. Dari Mpu Palot pula akhirnya Ken Arok berkenalan dengan Dan Hyang Lohgawe yang berasal dari Jambudwipa. Dan Hyang Lohgawe langsung datang dengan tujuan khusus hendak menemui Ken Arok yang menurut wwangsit yang dia terima bakalan menjadi Garuda kaum brahmana untuk melawan Kertajaya yang telah melecehkan kaum brahmana dengan meminta mereka untuk menyembahnya.
Atas saran Dan Hyang Lohgawe juga akhirnya Ken Arok mau menjadi prajurit Tumapel dibawah Tunggul Ametung setelah saran yang diberikannya kepada Tunggul Ametung untuk memperistri Ken Dedes putri Mpu Purwa diterima dengan baik apalagi mengingat Dan Hyang Lohgawe adalah resi terkenal dari luar negeri sehingga Tunggul Ametung tak ragu untuk mengangkatnya menjadi penasihat spiritual. Belum lagi menjadi kebanggaan tersendiri bagi Tunggul Ametung menaklukkan perompak paling menakutkan se Tumapel yaitu Ken Arok.
Saat menjadi prajurit Tumapel inilah Ken Arok akhirnya bertemu untuk pertama kali dengan Ken Dedes yang akhirnya memikat hatinya pada pandangan pertama. Hingga akhirnya Ken Arok dapat melihat sesuatu yang berkilau dari selangkangan Ken Dedes yang membuatnya tak bisa tidur. Lantas timbullah niat Ken Arok untuk suatu saat meminang Ken Dedes untuk menjadi istrinya walaupun waktu itu Ken Dedes telah mengandung anak dari Tunggul Ametung.
Tanpa sepengetahuan Tunggul Ametung, ternyata telah terjadi pengkhianatan yang dilakukan oleh Kebo Ijo si tangan kanan Tunggul Ametung. Secara diam-diam, Kebo Ijo melaporkan perkembangan yang terjadi di Tumapel berikut persiapan Tunggul Ametung dalam melawan kekuasaan Kertajaya. Kemudian Kertajaya mengutus Kebo Ijo untuk membunuh Tunggul Ametung dengan janji akan mengangkat Kebo Ijo menjadi Akuwu apabila Ia berhasil membunuh Tunggul Ametung. Untuk melaksanakan niatnya itu, Kebo Ijo memesan keris kepada Mpu Gandring karena tau bahwa Tunggul Ametung tak kan mampu ditembus oleh keris sembarangan. Waktu itu memang Mpu Gandring terkenal sebagai pembuat keris yang tiada tanding. Tak ada ilmu kebal yang tak dapat ditembus oleh kerisnya Mpu Gandring.
Sampai akhirnya Kertajaya melakukan pergerakan dengan tujuan hendak meluluh lantakkan Tumapel. Sepertinya Kertajaya sudah tidak sabar lagi untuk menghabisi Tunggul Ametung. Tapi usahanya ini sia-sia karena ternyata pasukan terbaik Kediri yang dipimpin oleh Gubar Baleman malah dipukul mundur oleh pasukan Tumapel yang dipimpin oleh Tunggul Ametung sendiri. Ini akhirnya menjadi pukulan tersendiri bagi Kebo Ijo dan merencanakan untuk bertindak secara diam-diam.
Akhirnya rencana itu dilaksanakan juga oleh Kebo Ijo. Pada saat pasukan Tumapel berpesta, disaat itulah Kebo Ijo memisahkan diri dan menuju Lulumbang untuk menagih kerisnya pada Mpu Gandring. Mengingat keris tersebut belum selesai dibuat, otomatis Mpu Gandring menolak untuk memberikan keris itu Pada Kebo Ijo. Apalagi Mpu gandring adalah empu yang lebih mengutamakan kualitas. Karena Mpu Gandring tetap tidak bersedia untuk memberikan keris tersebut, akhirnya peristiwa itu terjadilah. Kebo Ijo merampas keris itu dengan paksa dan menikam langsung ke tubuh Mpu Gandring sampai akhirnya Mpu Gandring mengeluarkan sumpahnya bahwa keris tersebut akan membunuh 7 raja sekaligus.
Setelah berhasil merampas keris tersebut, Kebo Ijo kembali ke Pakuwon dan langsung menemui Tunggul Ametung yang sedang mabuk. Tentu kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Kebo Ijo yang langsung menancapkan keris tersebut ke tubuh Tunggul Ametung hingga tewas. Akhirnya Kebo Ijo sendiri dibunuh dengan keris itu juga oleh Ken Arok.
Setelah Ken Arok akhirnya menjadi Akuwu menggantikan Tunggul Ametung, maka dilancarkanlah serangan ke jantung kerajaan Kediri di Kutaraja oleh Ken Arok yang akhirnya dapat memukul mundur semua pasukan Kediri dan membuat Kertajaya melarikan diri. Kemudian Ken Arok diangkat menjadi raja bergelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabhumi. Darinyalah wangsa Rajasa dimulai, wangsa yang menjadi cikal bakal raja-raja tanah jawa. Dari Ken Dedes dia dianugerahi Anusapati sedangkan dari Ken Umang dia dianugerahi Tohjaya. Walaupun akhirnya Ken Arok harus mati ditangan Anusapati karena mendengar kabar bahwa Tohjayalah yang bakal menggantikan Ken Arok nantinya.
Melihat begitu cermatnya Ki J. Padmapuspita dalam melakukan kajian sejarahnya sehingga saya lebih cenderung memihak kepadanya ketimbang data sejarah yang lain.
Coba kita bandingkan!
Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
“Ken Arok atau sering pula ditulis Ken Angrok (lahir:1182 - wafat: 1227/1247), adalah pendiri Kerajaan Tumapel (yang kemudian terkenal dengan nama Singhasari). Ia memerintah sebagai raja pertama bergelar Rajasa pada tahun 1222 - 1227 (atau 1247).
Ken Arok adalah putra Dewa Brahma dengan seorang wanita desa Pangkur bernama Ken Ndok. Oleh ibunya, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri bernama Lembong.
Ken Arok tumbuh menjadi berandalan yang lihai mencuri & gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang. Lembong pun mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi pula yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan.
Ken Arok tidak betah hidup menjadi anak angkat Genukbuntu, istri tua Bango Samparan. Ia kemudian bersahabat dengan Tita, anak kepala desa Siganggeng. Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang ditakuti di seluruh kawasan Kerajaan Kadiri.
Akhirnya, Ken Arok bertemu seorang brahmana dari India bernama Lohgawe, yang datang ke tanah Jawa mencari titisan Wisnu. Dari ciri-ciri yang ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya.
Tumapel merupakan salah satu daerah bawahan Kerajaan Kadiri. Yang menjadi akuwu (setara camat zaman sekarang) Tumapel saat itu bernama Tunggul Ametung. Atas bantuan Lohgawe, Ken Arok dapat diterima bekerja sebagai pengawal Tunggul Ametung.
Ken Arok kemudian tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung yang cantik. Apalagi Lohgawe juga meramalkan kalau Ken Dedes akan menurunkan raja-raja tanah Jawa. Hal itu semakin membuat Ken Arok berhasrat untuk merebut Ken Dedes, meskipun tidak direstui Lohgawe.
Ken Arok membutuhkan sebilah keris ampuh untuk membunuh Tunggul Ametung yang terkenal sakti. Bango Samparan pun memperkenalkan Ken Arok pada sahabatnya yang bernama Mpu Gandring dari desa Lulumbang (sekarang Lumbang, Pasuruan), yaitu seorang ahli pembuat pusaka ampuh.
Mpu Gandring sanggup membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Ken Arok tidak sabar. Lima bulan kemudian ia datang mengambil pesanan. Keris yang belum sempurna itu direbut dan ditusukkan ke dada Mpu Gandring sampai tewas. Dalam sekaratnya, Mpu Gandring mengucapkan kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh 7 orang, termasuk Ken Arok sendiri.
Kembali ke Tumapel, Ken Arok menjalankan rencananya untuk merebut kekuasaan Tunggul Ametung. Mula-mula ia meminjamkan keris pusakanya pada Kebo Hijo, rekan sesama pengawal. Kebo Hijo dengan bangga memamerkan keris itu sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui, sehingga semua orang mengira bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo. Dengan demikian, siasat Ken Arok berhasil.
Malam berikutnya, Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari tangan Kebo Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu menyusup ke kamar tidur Tunggul Ametung dan membunuh majikannya itu di atas ranjang. Ken Dedes menjadi saksi pembunuhan suaminya. Namun hatinya luluh oleh rayuan Ken Arok. Lagi pula, Ken Dedes menikah dengan Tunggul Ametung dilandasi rasa keterpaksaan.
Pagi harinya, Kebo Hijo dihukum mati karena kerisnya ditemukan menancap pada mayat Tunggul Ametung. Ken Arok lalu mengangkat dirinya sendiri sebagai akuwu baru di Tumapel dan menikahi Ken Dedes. Tidak seorang pun yang berani menentang kepustusan itu. Ken Dedes sendiri saat itu sedang mengandung anak Tunggul Ametung.
Pada tahun 1222 terjadi perselisihan antara Kertajaya raja Kadiri dengan para brahmana. Para brahmana itu memilih pindah ke Tumapel meminta perlindungan Ken Arok yang kebetulan sedang mempersiapkan pemberontakan terhadap Kadiri. Setelah mendapat dukungan mereka, Ken Arok pun menyatakan Tumapel sebagai kerajaan merdeka yang lepas dari Kadiri. Sebagai raja pertama ia bergelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi
Kertajaya (dalam Pararaton disebut Dhandhang Gendis) tidak takut menghadapi pemberontakan Tumapel. Ia mengaku hanya dapat dikalahkan oleh Bhatara Siwa. Mendengar sesumbar itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Siwa dan siap memerangi Kertajaya.
Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi di dekat desa Ganter. Pihak Kadiri kalah. Kertajaya diberitakan naik ke alam dewa, yang mungkin merupakan bahasa kiasan untuk mati.
Ken Dedes telah melahirkan empat orang anak Ken Arok, yaitu Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki selir bernama Ken Umang, yang telah memberinya empat orang anak pula, yaitu Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi.
Selain itu, Ken Dedes juga memiliki putra dari Tunggul Ametung yang bernama Anusapati
Anusapati merasa heran pada sikap Ken Arok yang seolah menganaktirikan dirinya, padahal ia merasa sebagai putra tertua. Setelah mendesak ibunya (Ken Dedes), akhirnya Anusapati mengetahui kalau dirinya memang benar-benar anak tiri. Bahkan, ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya bernama Tunggul Ametung telah mati dibunuh Ken Arok.
Anusapati berhasil mendapatkan Keris Mpu Gandring yang selama ini disimpan Ken Dedes. Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal dari desa Batil untuk membunuh Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang saat sedang makan sore hari. Anusapati ganti membunuh pembantunya itu untuk menghilangkan jejak.
Peristiwa kematian Ken Arok dalam naskah Pararaton terjadi pada tahun 1247.”
Sumber: http://sejarah.kompasiana.com/andifirmansyah
Artikel Terkait
Artikel Menarik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar