Serangga ini mengandung toksin payderin yang bisa menyebabkan luka bakar pada kulit manusia. Bahkan berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi racun tomcat 12 kali lebih bahaya dari ular berbisa.
Jika kulit mengalami kontak dengan serangga ini, kulit akan terasa terbakar, memerah dan beberapa hari kemudian akan muncul nanah di bagian tengahnya.
Bila serangga ini hinggap di kulit, jangan dimatikan dengan menepuknya. Sebab cairan serangga ini akan mengeluarkan racun. Cukup ditiup hingga pergi. Segera bersihkan kulit dengan air sabun anti septik dan salep anti gatal atau anti biotik.
Jangan menggaruk luka, karena racun bisa berpindah ke bagian lain kulit. Segera ke dokter jika terkena gigitan serangga ini. Dengan pengobatan dokter, umumnya luka akan membaik dalam 10 hari hingga 3 minggu.
Apakah tomcat sudah menyebar?
Pakar serangga dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hari Sutrisno, mengatakan, "Tomcat ini serangga yang kosmopolitan. Dia ada di mana-mana. Di sawah, taman kota, dan lainnya."
Hari mengungkapkan bahwa serangga tomcat menyukai tempat lembab. Jadi, tomcat juga kemungkinan terdapat di tempat seperti persawahan, taman kota, hutan mangrove, atau halaman rumah.
Guru besar ilmu serangga dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Aunu Rauf, menampik isu bahwa tomcat menyebar.
Ciri khas Paederus adalah kemampuan memproduksi toksin yang disebut paederin. Saat menyerang, serangga akan mengeluarkan toksin ini, persis seperti ular yang mengeluarkan bisa.
Toksin tersebut yang dikatakan bisa berdampak buruk bagi manusia. Akibat jika terserang serangga ini adalah dermatitis, dimana kulit melepuh seperti mengalami luka bakar dan mengeluarkan cairan.
"Jika kena serangga ini, maka kita harus cuci dengan air sabun agar menetralisir racun. Lalu bisa juga memakai Kalium permanganat atau salep untuk mengobati,"
Dikatakan bahwa racun serangga ini konsentrasinya 12 kali lebih besar dari bisa kobra. Namun demikian, Hari mengatakan bahwa racun serangga ini tak mematikan.
Menurut Hari, kumbang Paederus sebenarnya serangga yang menguntungkan bagi petani karena mampu membasmi wereng. Karenanya, serangga ini cukup dicegah kehadirannya, tak perlu dibasmi dengan pestisida kimia.
Hari menghimbau masyarakat agar tidak panik. Serangan serangga ini sebenarnya sudah biasa dialami. hanya perlu langkah tepat saat terkena serangannya.
"Tomcat ini memang sudah ada di tiap daerah. Jadi tidak menyebar. Siapa pun bisa kena serangga ini dan itu sudah lama," ungkap Aunu saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/3/2012).
Hari mengakui bahwa serangan tomcat di Surabaya memang fenomenal karena menelan korban cukup banyak. Namun, ia mengimbau agar masyarakat tak perlu terlalu khawatir.
"Serangan ini tidak akan berlangsung lama, paling banter satu bulan," katanya.
Aunu menambahkan bahwa serangan tomcat akan berkurang dengan turunnya populasi tomcat. Penurunan populasi tomcat akan terjadi secara alamiah.
"Nantinya juga tomcat ini akan mati. Selain itu, kalau kita mematikan lampu, tomcat juga akan mencari tempat lain sehingga terjadi pengenceran populasi," urainya.
Hari mengungkapkan bahwa ketika makanan tomcat berupa serangga pra-dewasa sudah berkembang, tomcat tak akan bisa memakannya sehingga populasinya pun menurun.
Serangan tomcat sudah terjadi di Surabaya sejak 13 Maret 2012. Beberapa pihak mengaitkan booming populasi tomcat dengan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.
Outbreak tomcat di Indonesia sendiri pernah terjadi tahun 1990. Serangan pernah juga terjadi di Okinawa-Jepang (1966), Iran (2001), Sri Lanka (2002), Pulau Pinang, Malaysia (2004 dan 2007), India Selatan (2007), dan Irak (2008).
Hari menuturkan bahwa akan selalu ada puncak populasi tomcat, seperti halnya ulat bulu pada tahun lalu, tetapi tak bisa diprediksi kapan terjadi.
"Serangan ini tidak akan berlangsung lama, paling banter satu bulan," katanya.
Aunu menambahkan bahwa serangan tomcat akan berkurang dengan turunnya populasi tomcat. Penurunan populasi tomcat akan terjadi secara alamiah.
"Nantinya juga tomcat ini akan mati. Selain itu, kalau kita mematikan lampu, tomcat juga akan mencari tempat lain sehingga terjadi pengenceran populasi," urainya.
Hari mengungkapkan bahwa ketika makanan tomcat berupa serangga pra-dewasa sudah berkembang, tomcat tak akan bisa memakannya sehingga populasinya pun menurun.
Serangan tomcat sudah terjadi di Surabaya sejak 13 Maret 2012. Beberapa pihak mengaitkan booming populasi tomcat dengan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.
Outbreak tomcat di Indonesia sendiri pernah terjadi tahun 1990. Serangan pernah juga terjadi di Okinawa-Jepang (1966), Iran (2001), Sri Lanka (2002), Pulau Pinang, Malaysia (2004 dan 2007), India Selatan (2007), dan Irak (2008).
Hari menuturkan bahwa akan selalu ada puncak populasi tomcat, seperti halnya ulat bulu pada tahun lalu, tetapi tak bisa diprediksi kapan terjadi.
Berikut Tips menghadapi serangga kecil tersebut, menurut Dirjen P2PL Prof dr Tjandra Yoga Aditama.
Jangan sampai terkena lendir atau racun dalam perut Tomcat, sebab itu akan membuat kulit melepuh. Jika Tomcat melekat di kulit, siram menggunakan air hingga pergi.
Jangan memencet Tomcat, sebab lendirnya adalah racun.
Jika telah terkena racun Tomcat, jangan digosok atau dihapus dengan tangan. Aliri dengan air, agar racun tersebut hilang terbawa air. Bawa ke puskesmas atau dokter untuk pengobatan selanjutnya.
Potong tanaman yang berlebihan dan menjulur mendekati rumah. Tanaman merupakan tempat hidup Tomcat.
Tutup jendela dan pintu serta hindarkan anak bermain di tempat terbuka yang banyak terdapat kumbang ini.
Tomcat sebenarnya adalah serangga yang baik, sebab menguntungkan bagi petani. Ia adalah predator alami bagi hama wereng.
Hal ini menyebabkan Tomcat jangan dimusnahkan menggunakan bahan kimia.
Artikel Menarik